Kebahagiaan itu seperti pelangi, tak pernah berada di atas kepala sendiri. Dan Pelangi itu tidak akan indah jika hanya satu warna, kalau langit tidak menangis mana mungkin taman akan tersenyum..

Senin, 11 Februari 2013

Berfikir Sosial atau Finansial.......?

"Segalanya butuh uang dan uang menentukan banyak hal". Benarkah begitu....?. Kalimat tersebut merupakan kalimat yang tidak asing kita dengar dalam berbagai percakapan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak hal dalam hidup ini harus dilakukan dan membutuhkan biaya. Bahkan, banyak kasus kekerasan dalam rumah taangga, perceraian hingga upaya bunuh diri dilakukan dengan alasan masalah kesulitan ekonomi.
Pada sisi lain ada pernyataan dari istri dari pejabat di sebuah media cetak, beliau menunjukkan keyakinannya bahwa sang suami tidak akan melakukan korupsi dengan argumentasi bahwa mereka sudah dalam kondisi 'berada'. Benarkah demikian..........?. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku korupsi bukanlah orang yang mengalami kesulitan hidup hingga pantas disebut dalam garis kemiskinan, namun justru orang-orang yang sudah merasakan berbagai kemudahan hidup yang dapat diperoleh dengan biaya (uang).

Mencermati berbagai kondisi tersebut,muncul pertanyaan : 
"Apa sebenarnya yang di lakukan uang terhadap hidup kita.............?
"Seberapa jauh uang mempengaruhi kebahagiaan kita......................?
Berkaitan dengan pertanyaan tentang uang dan kebahagiaan, para peneliti psikologi positif telah banyak melakukan kajian tentang hubungan kekayaan materi dengan kebahagiaan.
Diener dan Oashi telah menemukan adanya hubungan antara pendapatan, pendidikan dengan kebahagiaan. Semakin tinggi pendapatan dan pendidikan akan semakin tinggi kebahagiaan seseorang. Tetapi penelitian tersebut menemukan bahwa hubungan antara pendapatan, pendidikan dan kebahagiaan tersebut ternyata bersifat kurvilinier, yaitu bahwa sampai satu titik justru tingkat kebahagiaan menjadi menurun. Menurut penelitian ini kebahagiaan optimum justru dirasakan oleh mereka yang pendapatan dan pendidikan nya pada level 7-8 (dari skala1-10).

Padasisi lain, ada fakta yang patut dipertimbangkan berkaitan dengan makna uuang terhadap kehidupan kita. Sebagi makluk monodualis,tidak dapat dipungkiri bahwa kita memiliki dunia sosial. Berkaitan dengan dunia sosial ini, ternyata pemaknaan dan pikiran kita tentang uang turut mempengaruhi kehidupan dalam dunia sosial kita. Dunia sosial dapat kita pandang sebagai dunia dimana orang saling peduli, saling menolong karena kasih atau karena seseorang benar-benar ingin menolong. Hal ini berlawanan dengan dunia finansial dimana orang memberikan bantuan atau melakukan sesuatu karena bayaran.

Individu memiliki mental yang terpisah antara dunia sosial dan dunia finansialnya. Dunia mana yang diaktifkan, tegantung pada konteks, apakah ada kntrak kerja, apakah ada ikatan pertemanan, saling percaya, atau ada ikatan sosial tertentu. Dalam kata lain penghargaan berupa uang atau materi tidak selalu menjadikan orang merasa dihargai tetapi kata terimakasih dan penghormatan terkadang lebih bermakna dan membahagiakan.

Semakin sering kita terpapar pikiran tentang uang,semakin sering kita mengaktifkandunia finansial dan semakin sulit kita mengaktifkan dunia sosial kita, sehingga kepedulian kita menurun dan kesedihan membantu secara sukarela berkurang. Jika kondisi ini kita kembalikan pada kenyataan bahwa kita tertakdir sebagai makluk sosial, maka benarkah ada kebahagiaan yang dapat dinikmati jika kita terus berlaku individualis untuk menguatkan dunia finansial sedangkan dunia sosial kita menjadi hampa.

"Uang dan fasilitas memang dapat memudahkan kehidupan dan mendukung kebahagiaan seseorang, tetapi menjadi bahagia tidak selamanya bergantung pada banyaknya uang dan materi tetapi bagaimana orang tersebut memberi makna atas apa yang dimiliki".   

Tidak ada komentar: